Minggu, 16 Oktober 2011

LAUT INDONESIA MILIK KITA

Pada hari Sabtu seperti biasa, saya dan dua gadis kecil saya tengah menonton acara keluarga yang dikhususkan untuk bunda dan balitanya. Acara saat itu bertema tentang pengenalan cita-cita pada anak. Saya baru tahu ternyata mulai umur tujuh tahun anak sudah mulai memiliki bayangan mengenai cita-citanya. Dan orangtua bertugas untuk mengenali bakat anak sejak dini serta memberi warna pada anak mengenai cita-citanya.

Seorang psikolog yang diundang pada acara tersebut mengatakan bahwa kita harus mengenalkan laut kepada anak kita. Bagaimana tidak, belahan Bumi tempat negara Indonesia ini terletak, terdiri dari wilayah laut yang luasnya dua kali lipat daratan. Tanpa kita sadari, sumber daya alam berupa laut yang melingkari daratan yang kita diami ini seringkali terlupakan dan hanya sedikit orang yang mengabdikan diri untuk laut republik ini.

Sekilas laut terlihat menyeramkan karena luasnya yang mendominasi Bumi. Laut dapat “memangsa” daratan begitu saja jika dia menginginkannya. Sudah banyak cerita mengenai pulau-pulau yang ditelan oleh laut, bahkan juga pulau-pulau baru yang bermunculan dari laut. Pulau sendiri adalah daratan yang tercipta dari laut yang mengalami pendangkalan. Bisa jadi pulau tempat kita berdiam kini dulunya adalah bagian dari laut luas. Laut luas sendiri adalah istilah saya terutama untuk mitos-mitos non lokal mengenai laut yang sampai saat ini masih ada di sekitar kita, yakni mitos kapal Nabi Nuh dan tenggelamnya Atlantis.

Dari kacamata ekofeminisme, saya melihat laut bagaikan air ketuban. Menurut teori dalam sejarah , dinosaurus tercipta dari kemunculan ikan purba di laut luas. Ikan tersebut beradaptasi di darat, memiliki kaki dan menjadi mahkluk dinosaurus yang hingga kini masih ditemukan fosilnya (dan tentu saja menjadi bahan bakar minyak utama yang menghidupkan sekaligus menyakiti Bumi ini). Saya analogikan sama halnya seperti air ketuban dalam rahim ibu yang mendampingi kehidupan awal janin seorang mahkluk hidup hingga saat dia siap dilahirkan di dunia.

Saya sendiri hidup di daratan Jawa sejak 26 tahun lalu dan belum pernah menginjakkan kaki di pulau lain di luar Jawa selain pulau Bali. Sehingga saya dapat menyatakan bahwa satu-satunya perjalanan laut yang saya lakukan adalah perjalanan menyeberangi selat Bali yang menghubungkan pulau Jawa dan Bali. bukan persoalan mudah bagi orang awam seperti saya untuk menikmati perjalanan laut selama kurang lebih 1 jam tersebut. Saat itu saya belum dapat berenang dan otak dipenuhi kekhawatiran jika kapal tenggelam. Saat itu saya belum mengalami kenikmatan dan perasaan bersyukur atas diberikannya laut yang membuat Indonesia terkenal sebagai negara kelautan selain Jepang.

Kenyataannya sudah banyak yang mengetahui jika Indonesia ialah negara kelautan. Dan memang betul begitu adanya ketika saya mulai mengenal pelajaran PPKn dan IPS sejak di bangku Sekolah Dasar. Lagu Rayuan Pulau Kelapa bahkan sempat didiktekan oleh guru Sekolah Dasar saya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Lebih lengkap pengetahuan mengenai laut saya dapatkan pada pelajaran Geografi di bangku sekolah menengah pertama dan atas. Tapi untuk saya pribadi, saya hanya mengenal daratan dan pantai. Saya hanya melihat warna biru pada peta negara Indonesia sebesar 2 x 1 meter yang terpampang di ruang perpustakaan dan globe di ruang kelas semasa sekolah tersebut. Saya hanya mengenal cerita mengenai laut luas dalam pelajaran Sejarah mengenai perjalanan Amerigo Vespucci, Columbus, hingga jalur pelayaran perdagangan orang-orang Cina dan perjalanan orang-orang Belanda yang pada akhirnya sempat melakukan penjajahan di negeri ini hampir 350 tahun lampau.

Laut Indonesia sendiri terkenal kaya akan hasil laut dan tambang . Sebenarnya saya miris ketika harus menuliskan kalimat diatas, karena bagi saya “terkenal” saja tidak cukup. Harus ada keberanian untuk mengeksplorasi secara menyeluruh kekayaan alam tersebut. Saya percaya data statistik kelautan yang dipublikasikan adalah sebagian kecil dari kekayaan laut kita. Bukankah laut yang merupakan bagian wilayah Indonesia adalah berkah yang dititipkan Tuhan kepada seluruh warga Indonesia?

Terkait dengan itu, di era kekinian, laut kita telah mengalami banyak hal yang bersifat merugikan. Antara lain adalah banyaknya pencurian ikan dan benda warisan nenek moyang dari kapal hasil perdagangan masa lalu yang tenggelam dan tersimpan di bawah laut. Hingga terdamparnya ikan paus dan lumba-lumba langka yang ditemukan baru-baru ini di Jawa Timur. Belum lagi cerita lama mengenai terlepasnya Timor Timor dari bumi negara ini karena provokasi pihak asing atas tambang minyak lepas pantainya.

Selain itu, banyaknya kecelakaan kapal laut akhir-akhir yang hampir selalu menyebabkan kematian yang memang kebanyakan dikarenakan faktor cuaca. Selain itu juga kurangnya kesadaran masyarakat / pemilik perahu / kapal untuk mematuhi batasan muatan penumpang kapal / perahu. Seringnya kapal tersebut melebihi muatan. Dan secara faktor usia kapal biasanya sudah puluhan tahun tetapi masih digunakan, sehingga sudah tidak memenuhi standar keamanan.

Dari segi teknologi, Indonesia yang saya tahu hanya memiliki sejumlah kecil kapal selam, ahli perkapalan, dan tentu saja minimnya ocean scientist, peneliti kelautan. Bahkan karena minimnya kesadaran akan pengetahuan laut dan teknologi kelautan, maka Indonesia juga meminta bantuan negara lain untuk menyelesaikan urusan kelautannya. Untuk pencarian kotak hitam pesawat Adam Air yang meledak, menenggelamkan seluruh awak dan penumpang pesawatnya di kedalaman perairan Mandar Sulawesi Barat beberapa tahun lalu saja harus meminta tolong negara Jepang dengan teknologi sonarnya. Mungkin secara hubungan bilateral dan internasional, negara berkembang ini terlihat baik karena berhasil mengembangkan konsep tepo seliro antar manusia. Tapi bagi saya, saya justru malu karena seakan negara ini tidak memiliki idealisme untuk pengembangan pendidikan kelautan yang notabene merupakan harta karun terpendam bangsa ini. Pemerintah Indonesia hanya sibuk mengirim taruna Angkatan Lautnya untuk mengikuti pelayaran pesiar ke negara-negara lain dengan tujuan perkenalan duta bangsa. Mengapa tidak mengurusi laut kita sendiri saja, tho?I bet, negara ini sama sekali belum mengenal kompleksitas wilayahnya, tempat tinggalnya, tempat masyarakatnya hidup dan menghidupi diri.

Perbatasan wilayah kelautan Indonesia dengan negara tetangga juga menjadi masalah esensial yang tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah pusat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh sentralisasi pemerintahan di ibukota yang menyebabkan tidak terlingkupinya bagian-bagian kecil yang sesungguhnya dapat membesarkan negara ini. Minimnya anggota militer kelautan yang menjaga batas wilayah kelautan Indonesia dan belum jelasnya peta perbatasan negara seringkali membuat diplomasi negara kita melemah. Sadarkah kawan, jika kita cenderung menyerahkan pulau-pulau kecil disekeliling kepulauan Indonesia kepada pihak negara asing. Mengenai hal ini, saya pernah melihat salah satu tayangan televisi mengenai daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia di sekitar kepulauan Kalimantan. Mereka lebih memilih berbelanja kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan sepeda motor ke Malaysia secara ilegal, karena berbelanja di Indonesia bagi mereka cukup mahal. Akibatnya barang-barang yang dijual di toko-toko di daerah tersebut banyak yang berlabel Ringgit ketimbang Rupiah. Bukankah ini justru merugikan dan mencoreng wajah pemerintah Indonesia?

Langkah awal solusi mengatasi masalah ini menurut saya adalah memasukkan mata pelajaran Kelautan mulai sekolah tingkat dasar, menengah pertama, dan atas. Sehingga anak yang dalam proses pengenalan lingkungan, dapat mengumpulkan banyak informasi mengenai tanah airnya. Namanya saja tanah dan air. Tanah ya, tempat tertanamnya pepohonan dan batako rumah kita. Air itu ya, laut di luar tanah kita. Satu bagian yang terpisah tapi komplementer.

Idealnya pula Indonesia memiliki sebuah perguruan tinggi yang membahas mengenai kelautan dengan jumlah kapasitas mahasiswa yang cukup besar. Melalui pengalaman-pengalaman yang telah didapat tersebut, diharapkan seorang anak dapat timbul jiwa nasionalisme terhadap negaranya dan sukarela mengabdikan diri sebagai ocean scientist di bumi tanah airnya. Mereka diharapkan sebagai penemu, pencipta dan pemikir mengenai laut Indonesia dan pendayagunaannya bagi masyarakat dan negara ini.

Akhir kata saya ingin menyatakan bahwa laut memiliki potensi luar biasa untuk memberikan kekayaan abadi bagi anak cucu penerus bangsa ini. Saya berharap suatu saat nanti akan ditemukan suatu ilmu untuk mengukur kedalaman laut Indonesia per milimeternya, ilmu khusus kegunungapian bawah laut, ilmu khusus gempa bawah laut, ilmu untuk mempermudah identifikasi hewan perairan laut Indonesia, kereta api bawah laut dengan tarif murah yang menghubungkan antar pulau, dan tak lupa akuarium terbesar didunia untuk menunjukkan pengalaman baru yang memperkaya pengetahuan anak cucu kita. Selain itu juga dengan diperdalamnya pengetahuan kita terhadap laut yang merupakan murni kekayaan alam Indonesia, maka kita akan lebih mengenal laut kita. Sehingga diharapkan bencana kelautan dapat diminimalisir dengan kecanggihan teknologi dan intuisi sang scientist. Apabila kita sanggup mengelolanya dan mempercayakan pengurusan sumber daya alam kelautan kepada seluruh anak negeri, saya percaya niscaya suatu saat negara kita ini mampu melunasi semua hutangnya dan memerdekakan semua WNI dari kemiskinan serta kemalasan. Caiyo!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jangan lupa tinggalkan komentar pada tulisan saya, ya! boleh kritik boleh saran. just be honest.
terimakasih.